Laga Arema FC vs Persebaya Surabaya yang berjalan sengit di Stadion
Kanjuruhan, Sabtu (2/10/2022) malam WIB berakhir dengan skor 2-3. Arema FC
menjadi tuan rumah pada pertandingan kali ini, namun sayangnya kemenangan tidak
berpihak pada klub kebanggan warga Malang tersebut. Setelah laga berakhir,
beberapa supporter Arema FC memasuki lapangan dan mengejar para pemain. Sontak
para Official Team baik dari Arema maupun Persebaya bergegas masuk ke ruang
ganti pemain. Ini adalah awal yang memantik banyaknya supporter yang berada di
tribun turun ke lapangan. Melihat hal tersebut, pihak keamanan berusaha untuk
mencegah para penonton agar tidak semakin banyak yang berbondong – bondong
merengsek masuk ke lapangan. Namun, karena jumlah massa yang begitu banyak dan
jumlah personil keamaan yang terbatas, beberapa saat kemudian aparat kepolisian
datang lalu menembakkan gas air mata ke arah tribun supporter hingga membuat
kekacauan. Desak – desakan, berjatuhan lalu terinjak – injak menjadi insiden
yang tidak dapat dihindarkan. Ditambah lagi dengan terbatasnya akses pintu
keluar masuk penonton yang ada di tribun membuat massa tertekan, mengalami sesak
nafas, lalu meninggal.
Penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian dalam mengatasi kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan adalah keputusan yang fatal. Alih – alih mendesak massa untuk mundur, yang terjadi justru malah insiden yang menewaskan kurang lebih 170 orang. Padahal dalam Regulasi FIFA terkait tentang Keselamatan dan Keamanan Stadion, penggunaan gas air mata atau gas pengendali massa telah dilarang. Larangan FIFA soal penggunaan gas air mata tertuang pada Bab III tentang Stewards, pasal 19 soal Steward di pinggir lapangan. “Dilarang membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengendali massa,” tulis regulasi FIFA tersebut. Akan tetapi kenyataan di lapangan berbeda yang semestinya di pegang penuh oleh PSSI, penyelenggara kompetisi, klub, hingga panitia penyelenggara. Bukan hanya regulasi FIFA, penyalahgunaan gas air mata juga dilarang dalam Amnesty International. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan negara dalam mengatasi atau mengendalikan massa tidak bisa dibenarkan sama sekali.
Terlepas dari kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten
Malang. PSSI harus melihat kembali regulasi pelaksanaan pertandingan pada
gelaran BRI Liga 1 2022. Liga yang sudah berjalan memasuki pakan ke 11, begitu
banyak pertandingan yang dilaksanakan pada waktu yang terlalu larut malam.
Pertandingan malam hari yang dimulai pukul 20:30 WIB bukan waktu yang umum
dalam pertandingan sepak bola. Pluang terjadinya kericuhan jika pertandingan
tetap dilaksanakan pada jam tersebut akan jauh lebih besar dibanding
melaksanakan pertandingan diwaktu yang lebih awal.
Solusi dan Rekomendasi atas Peristiwa yang Tejadi di Kanjuruhan:
1. 1. Berikan sanksi terhadap klub yang bersangkutan
2 2. Hentikan liga hingga batas waktu yang tidak
ditentukan
3. 3. Usut tuntas pihak yang memberikan komando perihal
keamanan
4. 4. Copot direktur PT Liga Indonesia Baru (PT LIB)
yang terkesan srampangan dalam menentukan kebijakan pelaksanaan pertandingan
5. 5. Rangkul FIFA untuk membuat regulasi dalam mengelola liga sepak bola di Indonesia
Bibliography
Indonesia, C. (2022, Oktober Minggu). Dilarang FIFA, Kenapa
Ada Tembakan Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan.
Midaada, A. (2022, Oktober Minggu). Kronologi Penyebab 127
Orang Meninggal Dunia dalam Kerusuhan Laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Yuwanto, R. A. (2022, Juli). PT LIB: Gelaran Liga 1 2022/2023 Kembali Normal.