Buletin Suara Mahasiswa Edisi 01

MAHASISWA PUNYA CERITA
"Refleksi Peran Mahasiswa Dalam Peringatan Hari Kebangkitan Nasional"

Oleh: Muhammad Dias Saktiawan

Buletin Edisi 01
Jumat, 13 Mei 2016

Assalamu'alaikum wr. wb

Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat yang terus menerus di berikan kepada kita. Tak henti-hentinya kita selalu merasa hina di hadapanNya sehingga kita senantiasa meningkatkan kualitas taqwa kita. Shalawat beriring salam senantiasa kita kirimkan dalam setiap nafas kita atas junjungan umat manusia terbaik yang pernah di ciptakan Allah SWT, Rasulullah Muhammad SAW, sahabat, keluarga dan pengikut beliau yang setia hingga akhir zaman dan mari sejenak kita mengangkat tangan seraya meminta agar kita termasuk pengikut setianya sehingga kelak mendapat syafaatnya. Aamiin

Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, kita selalu menemukan tinta emas sejarah yang seluruhnya menempatkan pemuda khususnya mahasiswa pada posisi sentral atas perubahan yang terjadi. Pemuda sejak ratusan tahun yang lalu tepatnya pada tahun 1333 Masehi kita mulai disuguhkan cerita pemuda ksatria yang bernama Gadjah Mada dimasa kerajaan Majapahit dengan sumpahnya yang fenomenal, “Saya tidak akan bersenang-senang, sebelum menyatukan Nusantara”.Sumpah tersebut dinamakan Sumpah Palapa. Bahkan konon si Ksatria Gadjah Mada rela takkan menikah jika sumpahnya belum terwujud.

Lanjutan cerita setelahnya, untuk merealisasikan sumpah Gadjah Mada tersebut, kita tentu tak lupa peran para siswa STOVIA (Sekolah Kedokteran masa Kolonial) diantaranya Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo atas inisiatif dan anjuran dari dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter lulusan STOVIA berhasil mendirikan organisasi pemuda pertama yang dikenal dengan sebutan Boedi Oetomo (BO) pada tanggal 20 Mei 1908, yang kini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Peristiwa penting inilah yang menunjukkan awal peran intelektual muda dalam membangkitkan kesadaran nasionalisme dalam melawan segala bentuk penindasan dan kolonialisasi yang terjadi diatas tanah pertiwi.

Tidak berhenti sampai disitu, 20 tahun selanjutnya (28 Oktober 1928) sejarah kembali mencatat bahwa generasi muda dari berbagai penjuru tanah air (Jong Java, Jong Sumatera Bond, Jong Kalimantan, Jong Celebes, dan Jong Ambon) berkumpul dengan mengikrarkan sebuah sumpah yang dikenal dengan “Sumpah Pemuda”. Sumpah inilah yang menjadi tonggak berdirinya bangsa Indonesia. Bahkan pada tahun 1945 disaat detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kaum muda kembali mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan menculiknya dibawa ke Rengasdengklok. Kemudian sejarah berkembang hingga ke tahun 1965 dimana kekuasaan Ir. Soekarno telah melebihi ambang batas dengan mulai menerapkan konsep Nasakom (Nasionalis, Agamis, Komunis) dan organisasi kiri bernama PKI mulai melakukan pemberontakan dimana-mana yang mengancam kedaulatan NKRI. Sehingga pemuda yang dikala itu sudah dikenal dengan sebutan Mahasiswa atas inisiasi Mar’ie Muhammad (Wakil Ketua Umum Pengurus Besar HMI) berkumpul dengan membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dengan tiga tuntutannya yang dikenal dengan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura), yaitu: “Bubarkan PKI, Turunkan harga-harga, dan bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI”.

Kemudian perjalanan kita berangkat pada tahun 1998 dimana rezim orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto telah melakukan kediktatoran selama 32 tahun yang bahkan membuat tidak hanya harga beras yang murah, dimasa itu pula harga nyawa begitu murah. Rezim dimana suara dan kritikan dibungkam dengan ancaman kematian dan penculikan bagi pelanggarnya, lagi-lagi yang menjadi solusinya adalah saat para mahasiswa berkumpul dan melakukan penentangan hingga akhirnya berujung pada terbukanya keran reformasi bangsa ini.

Sederet cerita singkat diatas, mestinya mampu menginspirasi kita betapa penting dan berperannya para pemuda khususnya mahasiswa intelektual muda dalam mengisi kemerdekaan. Sehingga hal ini menjadi koreksi untuk mahasiswa masa kini yang kian tahun kian memudar perjuangannya. Bahkan Mantan Ketua MPR RI, Amien Rais yang pernah menjadi ikon gerakan reformasi 1998, dalam sebuah seminar mahasiswa pada tahun 2005 beliau mengungkapkan bahwa gerakan mahasiswa pasca kejatuhan Soeharto yang dulu bersemangat, kini telah “Mati Suri”. Aksi demonstrasi untuk kepentingan rakyat kini tak banyak digelar, dan mahasiswa lebih dibelenggu oleh kemewahan hidup akibat kapitalisme.

Koreksi juga perlu berangkat dari dalam ruang-ruang organisasi saat ini. Saat dimana predikat baik suatu organisasi ditentukan seberapa banyaknya kegiatan dan program kerja yang berhasil dilaksanakan menjadikan ukuran keberhasilan suatu organisasi. Hal ini kemudian berakibat adanya pembiaran yang dilakukan oleh para aktivis mahasiswa atas kebijakan-kebijakan yang jelas-jelas merugikan baik kebijakan dari luar maupun dalam kampus. Bahkan terkesan takut menyampaikan kebenaran didepan publik karena khawatir itu akan menjadi alasan mahasiswa mendapatkan intervensi dari pihak-pihak yang sebenarnya juga khawatir dengan jabatan yang dipangkunya.
Organisasi mahasiswa yang bertujuan untuk mengekspresikan potensi dan mengasah kemampuan mahasiswa  haruslah kembali pada khittah dimana tinta sejarah membuktikan pemuda khususnya mahasiswa selalu berada dalam garda terdepan perubahan bangsa. Teriakan perjuangan yang selalu di sampaikan sejak 1908, 1928, 1945 hingga di tahun 60an sampai pada reformasi 1998 nyaris punah tereliminasi oleh ego pribadi serta budaya hidup yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan hidup di atas segalanya hingga berujung pada sikap apatis. Juga mahasiswa sejatinya tidak hanya menyibukkan diri dalam aktivitas akademiknya saja. Melainkan juga harus dapat membuka mata dan cepat tanggap atas segala ketimpangan yang ada. Mahasiswa seperti inilah yang kita namakan sebagai mahasiswa khaira ummah.

Mahasiswa Khaira Ummah adalah mahasiswa yang selalu mencegah adanya kemungkaran yang melintas didepan matanya. Sebagai mahasiswa, selain aktif dalam bidang akademik dan penelitian, mahasiswa Khaira Ummah juga harus aktif dalam menyuarakan kebenaran dengan turun kejalan serta melakukan evaluasi yang ini semua merupakan bentuk komitmen statusnya sebagai agent social of control. Ia tidak pernah menutup mata atas segala bentuk penindasan dan kemungkaran yang terjadi. Terakhir, dengan ini kukatakan "Bismillah, membangun Mahasiswa Khaira Ummah”

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.